Paradoks Maroko dan Pesan Politik dalam Piala Dunia Qatar
Piala Dunia Qatar adalah turnamen sepakbola paling politis yang pernah diselenggarakan FIFA. FIFA secara jelas membuat aturan pelarangan membawa-bawa agama dan politik dalam event ini. Dalam Piala Dunia Qatar, semua larangan itu terjadi hampir setiap hari. Mengapa itu terjadi?
Kemenangan Maroko atas Spanyol dalam adu penalti Piala Dunia Qatar dirayakan dengan meriah. Salah seorang pemain Maroko mengambil kesempatan itu dengan mengibarkan bendera Palestina di tengah lapangan. Aksi itu bukan yang pertama kali dilakukan Maroko, beberapa hari sebelumnya setelah menaklukkan Kanada pemain Maroko juga mengangkat bendera Palestina sambil berlari kecil di pinggir lapangan.
Perlu kita ketahui bersama, mengibarkan bendera atau menampilkan spanduk yang memuat pesan politik di dalam stadion adalah perbuatan melanggar hukum karena FIFA secara jelas mengatur hal ini dalam regulasi Piala Dunia 2022.
Bukan hanya menyangkut politik, tetapi pesan-pesan agama juga dilarang. Di Piala Dunia Qatar, semua larangan itu terjadi hampir setiap hari, bahkan sudah dilakukan sejak hari pertama. Yang melanggarnya adalah tuan rumah sendiri dengan menampilkan ayat suci pada saat acara pembukaan.
Piala Dunia Qatar adalah Piala Dunia paling politis yang pernah diselenggarakan FIFA. Pemilihan tuan rumah Qatar sendiri sebagai tuan rumah diwarnai skandal suap. Belum lagi tewasnya ribuan pekerjaan proyek pembuatan stadion dan berbagai fasilitas di negara kaya tersebut. Sebagai negara arab pertama yang menyelenggarakan perhelatan besar itu, Qatar agaknya sengaja menjadikan Piala Dunia panggung untuk menegaskan jati dirinya kepada dunia.
Qatar adalah negara teluk dengan kebijakan politik luar negeri yang unik, cenderung Islamis dan kurang berkompromi dengan negara tetangganya. Qatar juga sepenuhnya sengaja menjadikan Piala Dunia sebagai ajang unjuk rasa bukan hanya untuk dirinya, tapi juga isu yang menjadi konsentrasinya.
Salah satunya adalah isu palestina. Ini dimana ajang Piala Dunia dimana isu Palestina sangat kental ditonjolkan. Bendera Palestina sangat mudah ditemukan dimana-mana. Syal, kafiyeh, dan gelang bermotif Palestina dikenakan kepada fans di dalam dan di luar stadion.
FIFA agaknya tak sanggup menegakkan aturan yang dibuatnya. Bukan hanya karena pelanggaran itu bersifat masif, tapi beberapa aksi yang dilakukan tuan rumah atau para fans di stadion juga bisa menjadi sensitif jika dilarang.
Misalnya, bagaimana melarang keinginan tuan rumah menampilkan pesan agama dalam acara pembukaan, apalagi pesan itu bernada positif tentang anjuran persahabatan dan pertemanan antar manusia. Palestina juga isu sensitif apalagi di Qatar jumlah warga Palestina cukup banyak, sekitar seperempat juta jiwa. Umumnya adalah imigran yang datang untuk bekerja dan menyambung hidup.
Karena itulah ketika pemain Maroko mengibarkan bendera Palestina, tidak ada panitia atau keamanan yang melarang, meski aksi itu jelas-jelas memuat pesan politik. Selama perhelatan Piala Dunia isu Palestina memang menjadi bola panas yang agaknya sengaja dikeluarkan atau dibiarkan oleh tuan rumah. Aksi-aksi teatrikal yang dilakukan para aktivis pro Palestina di luar stadion tak bisa dilepaskan dari konteks politik terkait upaya menormalisasi hubungan antara negara-negara Arab dan Israel.
Sejak tiga tahun terakhir upaya normalisasi hubungan dengan Israel gencar dilakukan. Sudah ada empat negara Arab yang menandatangani hubungan diplomatik dengan Israel, yaitu Bahrain, Uni Emirat Arab, Sudan dan Maroko. Kerjasama ini tercatat dalam rancangan yang disebut Perjanjian Ibrahim atau Abraham Accords. Rancangan ini dimediasi oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Namun setelah kepala Negara Amerika Serikat dan Israel berganti, Abraham Accord sempat terhenti dan tak jelas masa depannya. Tapi dengan kembalinya Benjamin Netanyahu menjadi Perdana Menteri, rancangan ini Kembali dibicarakan.
Konteks politik itulah yang melatari Piala Dunia Qatar. Qatar sendiri adalah negara yang aktif membolak rancangan tersebut. Kedekatan Qatar dengan Iran menjadi salah satu sebab mengapa negara itu bersitegang Israel. Di antara negara-negara teluk, hanya Qatar yang memiliki sikap tak bersahabat pada Israel.
Negara-negara teluk lainnya, khususnya Arab Saudi sedang menjajaki untuk membuka hubungan dengan Israel dan jika hubungan kedua negara ini berhasil dicapai, dampaknya akan sangat besar bagi politik di Timur Tengah, khususnya isu Palestina.
Saya meyakini drama-drama seputar isu Palestina di Qatar tak muncul begitu saja. Tetapi ada yang mengorkestrasi yang diam-diam dibiarkan oleh pemerintah Qatar. Bisa juga sejak awal pemerintahan Qatar secara sengaja menjadikan Piala Dunia sebagai panggung untuk mendukung solidaritas terhadap Palestina.
Aksi yang dilakukan pemain Maroko setelah menaklukkan Kanada dan Spanyol merupakan sebuah paradoks. Pada satu sisi pemerintah Maroko memiliki bubungan diplomatik dengan Israel, tapi pada sisi lain warganya melakukan aksi dukungan terhadap Palestina.
Sejujurnya, sikap paradoks itu bukan hanya milik Maroko, tapi merupakan cerminan sikap mendua masyarakat Arab secara umum. Pemerintah dan akum elit Arab umumnya bersikap rasional terhadap Israel dan ingin membuka hubungan dengan negara Yahudi tersebut. Tapi Sebagian besar rakyatnya memilih anti-Israel.
Sikap semacam ini sebetulnya juga terjadi di Indonesia. Sebagian elit di Jakarta sebetulnya tak ada masalah dengan Israel dan mereka umumnya cenderung setuju dengan pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel. Tapi tentu saja Sebagian besar masyarakat Indonesia bersikap antipati terhadap negara Yahudi tersebut.
Yang tak disadari banyak orang adalah bahwa Palestina sudah merdeka, punya kepala negara, punya pemerintahan, punya partai politik dan punya potensi untuk maju. Tapi Sebagian besar umat Islam lebih memilih mengeksploitasi sisi suram dan penderitaan bangsa Palestina. Isu Palestina bukanlah soal penjajahan. Tapi soal sengketa tanah akibat perang dan berbagai proses perjanjian. Isu Palestina tak akan pernah selesai sampai kiamat, jika sikap dasar umat Islam terus menerus anti-Yahudi.
Benar bahwa Israel telah melakukan agresi terhadap Palestina dan itu memang harus diprotes dengan tegas. Tapi buruknya kepemimpinan Palestina dan perseteruan di antara mereka tak bisa diatasi hanya dengan menyalahkan dan mengutuk Israel.
Isu Palestina tidak akan pernah selesai, jika para pemimpin Palestina terus asyik bertikai, berdebat tentang apakah orang-orang Israel boleh memiliki negara. Bangsa Arab tak akan pernah bisa mengalahkan Israel, jika pada isu yang dasar saja mereka tak sanggup menyelesaikannya. Pada akhirnya, paradoks Maroko di Piala Dunia adalah paradoks dunia Arab dan dunia Islam secara umum.